Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Rasulullah SAW Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar

KISAH RASULULLAH SAW MEMPERSAUDARAKAN KAUM MUHAJIRIN DAN ANSHAR
Kisah Rasulullah SAW Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar
Gambar : Pixabay.com

Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad SAW setelah sampai di Madinah dan dipercaya oleh penduduk Madinah menjadi pemimpin bagi mereka adalah mempersatukan dan mempersaudarakan antara penduduk asli Madinah (Anshar) dengan kaum Muslimin pendatang dari Mekah (Muhajirin). Beliau mempersaudarakan setiap satu orang Anshar dengan satu orang Muhajirin. Kemudian, setiap orang Anshar pulang ke rumah masing-masing dengan membawa (bersama) saudaranya dari Muhajirin. Rasulullah SAW mempersaudarakan kaum Anshar dan Muhajirin di atas prinsip Islam dan tolong-menolong.

Pada saal itu Nabi Muhammad SAW mempersaudarakan sekitar 100 orang : 50 orang dari Muhajirin dan 50 orang dari Anshar. Di antara 100 orang tersebut, antara lain adalah:

1. Abu Bakar (Muhajirin) dengan Mu'adz bin Jabal (Anshar).

2. Umar bin Al-Khattab (Muhajirin) dengan Itban bin Malik (Anshar).

3. Amir bin Abdillah (Muhajirin) dengan Sa'ad bin Muadz (Anshar).

4. Abdurrahman bin Auf (Muhajirin) dengan Sa'ad bin Al-Rabi' (Anshar).

5. Zubair bin Awwam (Muhajirin) dengan Salamah bin Salamah (Anshar).

6. Utsman bin Affan (Muhajirin) dengan'Aus bin Tsabit (Anshar).

7. Thalhah bin Ubaidillah (Muhajirin) dengan Ka'ab bin Malik (Anshar).

8. Sa'ad bin Zaid (Muhajirin) dengan Ubayya bin Ka'ab.

9. Mush'ab bin Umair (Muhajirin) dengan Khalid bin Zaid (Anshar).

10. Abu Hudzaifah bin Utbah (Muhajirin) dengan Ubbad bin Bisyr (Anshar).

11. Ammar bin Yasir (Muhajirin) dengan Hudzaifah bin Al-Jaman (Anshar).

12. Abu Dzar Al-Ghifari(Muhajirin)dengan Mundzir bin Amr (Anshar).

13. Bilal bin Rabah (Muhajirin) dengan Abu Ruwaihah (Anshar).

14. Salman Al-Farisi (Muhajirin) dengan Abu Darda' (Anshar).

Rasulullah SAW mempersaudarakan kaum Anshar dan Muhajirin untuk melenyapkan fanatisme kesukuan ala jahiliyah serta meruntuhkan semua bentuk perbedaan yang didasarkan pada asal keturunan, warna kulit, dan asal kedaerahan, atau kebangsaan. Dengan persaudaraan itu, Rasulullah bermaksud mempersatukan kaum Anshar dan Muhajirin dalam satu ikatan persaudaraan yang nyata dalam praktik, bukan sekadar ucapan dan slogan semata. Semangat untuk mengutamakan dan menolong saudaranya, benar-benar bersenyawa dalam persaudaraan itu.

Hasilnya sungguh luar biasa! Atas nama persaudaraan, setiap sahabat Anshar dengan ikhlas dan sukarela membagi harta benda yang dimilikinya menjadi dua. Sebagian untuk dirinya dan sebagian untuk saudaranya untuk saudaranya, Muhajirin. Kaum Anshar memberikan bantuan permodalan untuk para sahabat dari kalangan Muhajirin yang mau berdagang atau membuka usaha di pasar Madinah. Mereka juga memberi kebebasan kepada kaum Muhajirin untuk ikut mengolah ladang dan kebun mereka, untuk kemudian hasil panennya dibagi dua. Di samping itu, para sahabat Anshar juga merelakan rumah mereka menjadi tempat tinggal sementara bagi para sahabat dari kalangan Muhajirin, sampai mereka mempunyai tempat tinggal tetap atau mempunyai rumah sendiri.

Lebih dari itu, kaum Anshar bahkan memberikan hak waris setelah kematiannya, kepada para sahabat dari kalangan Muhajirin dengan mengesampingkan kerabat mereka sendiri untuk menerima warisan yang mereka tinggalkan. Hal itu benar-benar mereka laksanakan, sampai kemudian setelah Perang Badar turunlah ayat, “.....Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) menurut kitab Allah. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. " (Q.S. Al-Anfal [8]: 75). Setelah turunnya ayat ini, barulah hak waris dikembalikan kepada kerabat kaum Anshar seperti semula.

Gambaran di atas menunjukkan betapa kaum Anshar sangat ramah dan terbuka dalam menerima kaum Muhajirin yang tidak membawa apa-apa saat meninggalkan Mekah untuk menetap di negeri mereka, Madinah. Kaum Anshar menunjukkan sikap rela berkorban, mengutamakan orang lain (Muhajirin), serta mempunyai cinta kasih yang besar dan luar biasa. Sebaliknya, kaum Muhajirin sangat menghargai keikhlasan dan budi baik kaum Anshar. Mereka tahu posisi dan sangat sadar diri. Mereka sama sekali tidak memanfaatkan kebaikan hati kaum Anshar untuk kepentingan yang bukan pada tempatnya. Kebanyakan kaum Muhajirin hanya mau menerima bantuan dari kaum Anshar, sesuai dengan jerih payah yang mereka curahkan dalam suatu pekerjaan. Sungguh persaudaraan yang indah dan akan terus ditulis dengan tinta emas dalam sejarah umat manusia!

Untuk mengokohkan persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajirin serta menyingkirkan segala dendam jahiliyah atau permusuhan antar kabilah, Rasulullah SAW juga meminta seluruh kaum Muslimin, baik Anshar maupun Muhajirin untuk mengikat diri dalam perjanjian di antara mereka, yang isinya antara lain:
  • Kaum Muslimin (Anshar dan Muhajirin) adalah umat yang satu di hadapan umat yang lain.
  • Kaum Muhajirin dari Quraisy, sesuai dengan kemampuan mereka, bersekutu dalam membayar diyat dan mereka menebus tawanan mereka dengan ma'ruf dan adil di antara kaum mukminin. Demikian pula setiap kabilah dari kaum Anshar, sesuai dengan kemampuan mereka, bersekutu dalam membayar diyat mereka. Setiap kelompok dari mereka menebus tawanannya dengan ma'ruf dan adil di antara kaum mukminin.
  • Orang mukmin tidak boleh menelantarkan (darah) orang miskin di antara mereka atau orang yang tidak lagi memiliki keluarga. Orang-orang mukmin harus menunaikan tebusan atau diyat terhadapnya dengan cara yang ma'ruf.
  • Orang mukmin dan bertakwa harus menolak kezaliman, kejahatan, permusuhan atau kerusakan yang ada di tengah-tengah mereka, meskipun terhadap anak mereka sendiri.
  • Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang mukmin yang lain, karena membela orang kafir.
  • Seorang mukmin tidak boleh membela orang kafir dari orang mukmin.
  • Perdamaian orang mukmin itu satu. Seorang mukmin tidak boleh berdamai di dalam perang di jalan Allah, tanpa orang mukmin yang lain, kecuali secara bersama-sama dan adil di antara mereka.
  • Semua orang mukmin itu sepadan, karena hakikatnya mereka telah menyerahkan darah mereka di jalan Allah.
  • Barang siapa membunuh seorang mukmin tanpa suatu kesalahan yang mengharuskan dirinya dibunuh, maka ia harus diqishas, kecuali jika wali orang yang dibunuh itu ridha.
  • Tidak halal bagi seorang mukmin untuk menolong dan melindungi orang yang berbuat kejahatan. Barangsiapa menolong atau melindunginya, maka ia akan terkena laknat dan murka Allah pada Hari Kiamat, dan tidak diterima tebusan darinya.
  • Jika terjadi perbedaan di antara orang-orang mukmin tentang suatu perkara, maka tempat kembalinya adalah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul-Nya (Sunnah).

Dikutip dari Buku MUHAMMAD, Jejak-Jejak Keagungan dan Teladan Abadi, Saiful Hadi El-Sutha

Post a Comment for "Kisah Rasulullah SAW Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar"