Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Wahsyi bin Harb, Si Pembunuh Manusia Terbaik dan Manusia Terjahat

Kemenangan kaum Muslimin di Perang Badar pada tahun 2 Hijriah menyisakan luka bagi kaum kafir Quraisy. Terutama bagi mereka yang sanak saudaranya terbunuh di arena perang. Abu Sufyan dan istrinya, Hindun binti Utba', adalah di antara yang menaruh dendam kepada kaum Muslimin. Sebab, ayah, paman, dan anak-anaknya terbunuh dalam perang tersebut.

Untuk melampiaskan dendamnya, Abu Sufyan dan istrinya memberi tugas kepada seorang budak legam dari Abisinia (Ethiopia) bernama Wahsyi bin Harb. Wahsyi adalah Budak dari Jubair bin Mut'im. Jubair, yang pamannya juga terbunuh di Badar, memberi dorongan kepada Wahsyi untuk melakukan tugas tersebut.
Kisah Wahsyi bin Harb, Si Pembunuh Manusia Terbaik dan Manusia Terjahat
Gambar ilustrasi : Umma.id

Kata Jubair kepada Wahsyi, "Jika engkau dapat membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Muhammad, untuk menuntut balas kematian pamanku di Badar, engkau akan aku merdekakan."

Wahsyi sangat mahir menombak kemudian menjawab : "Aku adalah orang Abisinia yang apabila sudah melempar tombak cara Abisinia, jarang sekali meleset," cerita Wahsyi tentang dirinya. Tentu saja Wahsyi begitu senang mendapat tugas tersebut, apalagi diiming-imingi akan dimerdekakan.

Setahun setelah Perang Badar, pecahlah Perang Uhud. Kaum kafir Makkah tumpah ruah di arena tersebut. Mereka ingin balas dendam dan geram atas kekalahan saat Perang Badar. Kaum kafir dipimpin langsung oleh Abu Sufyan, berkekuatan 3.000 prajurit. Sementara kaum Muslimin hanya berjumlah 700 orang.

Dalam pertempuran tersebut, Wahsyi keluar mencari-cari Hamzah. Dilihatnya Hamzah mengamuk, menebas dengan pedang siapa saja yang datang menyerangnya. Tak ada seorang pun yang mampu menundukkannya. Wahsyi pun bersiap dengan tombaknya. Ia mengendap-endap menghampiri posisi Hamzah yang sedang bertarung dengan Sibak bin Abdul Uzza. Sewaktu jarak semakin dekat, Wahsyi segera melemparkan tombak beracun. Tombak itu meluncur cepat, bersarang tepat di bawah perut Hamzah hingga menembus ke belakang, Asad Allah wa Asad Rasulih (Singa Allah dan Rasulnya) ini pun syahid.

Wahsyi kemudian mencabut tombaknya di tubuh Hamzah dan kembali ke perkemahan. Jubair bin Mut'im menepati janjinya memerdekakan Wahsyi. Sementara itu, Hindun menghampiri jenazah Hamzah, demi melampiaskan
dendamnya, ia berteriak histeris seraya mengambil pedang dan mencacah-cacah muka Hamzah. Tak puas dengan itu, Hindun merobek perut Hamzah, mengambil jantung dan hatinya. Hindun memakannya, namun, atas izin Allah Subhanahu wa Ta'ala, jantung dan hati itu menjadi kenyal.

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam yang melihat pamannya diperlakukan sesadis itu, bersabda, "Demi Allah, andai aku dapat menangkap mereka, pasti akan aku balas lebih dari ini."

Saat itu pula Allah menurunkan Surat An-Nahl ayat 126 dan 127, bunyinya, "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersempit dada terhadapapa yang mereka tipu dayakan."

Usai Perang Uhud yang dimenangkan pihak kafir Quraisy, Wahsyi menetap di Makkah sampai terjadinya peristiwa penaklukan kota Makkah (Fathul-Makkah).

Wahsyi bin Harb Masuk Islam

Saat penaklukan Makkah, kaum Muslimin datang dengan kekuatan 10.000 orang. Sebelumnya, Rasulullah sudah menjatuhkan hukuman mati untuk sepuluh orang dari penduduk Makkah, salah satunya adalah Wahsyi bin Harb. Kepada kaum Muslimin yang bertemu kesepuluh orang tersebut, maka darahnya halal untuk ditumpahkan.

Mendengar kedatangan kaum Muslimin dalam jumlah besar, para pemimpin kafir Quraisy di Makkah melarikan diri keluar kota. Wahsyi pun demikian. la melarikan diri ke Thaif. Teranyata Rasulullah mengampuni musuh-musuhnya, termasuk kesepuluh terpidana mati tadi. Berita pengampunan itu didengar oleh Wahsyi. Ia merasa bimbang apakah segera menemui Rasulullah atau tetap melarikan diri. Jika tetap melarikan diri, kemana? Apakah ke Syam, Yaman, atau negeri-negeri lainnya? Lalu sampai kapan ia akan menjadi buruan?" Demi Allah,aku merasakan diriku susah sekali," kata Wahsyi.

Dalam rasa bimbangnya, seseorang menganjurkan agar menghadap Rasulullah saja. Wahsyi akhirnya mengikuti nasihat itu, Ia pergi ke Madinah menghadap Rasulullah.

“Engkaukah Wahsyi?” tanya Rasulullah.

"Benar, wahai Rasulullah," jawab Wahsyi.

Begitu mengetahui Wahsyi adalah pembunuh pamannya Hamzah, Rasulullah memalingkan mukanya dan tidak mau melihat wajah Wahsyi. Hal itu terjadi sampai beliau wafat. Beliau tidak mau melihat wajah Wahsyi karena mengingatkan beliau terhadap nasib pamannya Hamzah yang dibunuh secara kejam dalam perang Uhud.

"Silakan duduk dan ceritakanlah kepadaku bagaimana caranya kamu membunuh Hamzah," ujar Rasulullah lagi.

Lalu, berceritalah Wahsyi tentang kronologi kejadian itu. Setelah mendengarnya, Rasulullah langsung memaafkannya. Wahsyi heran, bagaimana mungkin dia yang telah membunuh Hamzah secara mengenaskan bisa dimaafkan begitu saja?. Kemudian Wahsyi bertanya, "Ya Muhammad! Katanya para penjudi, pezina, dan pembunuh masuk neraka jahanam. Tetapi mengapa engkau mengampuni aku dan teman-temanku?”

Pertanyaan Wahsyi terjawab oleh ayat Allah dalam Surat Al-Furqaan ayat 70,

"Kecuali orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal shalih; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan Allah adalah Maha Pengampun Iagi Maha Penyayang.” (Al-Furqaan : 70)

Wahsyi tercengang, Ia tak percaya dosanya akan diampuni. Ia berkata, "Ya Muhammad! Dosaku amat banyak dan setiap hari selalu menumpuk. Dosaku lebih banyak dari air di lautan, apakah mungkin Rabbmu mengampuniku?"

Kemudian Allah menurunkan Surat An-Nisaa' ayat 48,

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat dosa yang besar." (An-Nisa’ : 48).

Wahsyi termenung dan hatinya melunak, Ia berkata, "Ya Muhammad, Aku telah putus asa, seolah-olah hidup ini tiada arti bagiku. Biarkan saja aku masuk neraka."

Terhadap sikap seperti ini, Allah menurunkan Surat Az-Zumar ayat 53,

"Katakanlah, 'Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Mendengar ayat ini, hati Wahsyi bergetar hebat. Air matanya tak tertahankan lagi. Ia berkata, "Ya Rasul, alangkah agungnya Islam, alangkah mulianya akhlakmu, dan alangkah Pengasih dan Penyayangnya Rabbmu. Mulai saat ini aku ingin mengucapkan syahadat dan aku pertaruhkan diri ini untuk Islam".

Janji Wahsyi bin Harb ini akhirnya ditunaikan setelah Rasulullah meninggal dunia (632), dengan membunuh Musailamah, Si Nabi Palsu yang telah banyak memurtadkan kaum muslimin. Tatkala berkecamuk pertempuran Yarmuk (perang antara Muslimin Arab dengan kekaisaran Romawi), empat tahun setelah Rasulullah wafat dan saat itu kaum Muslimin dipimpin oleh Khalifah Abu Bakar Ash-shidiq, Wahsyi bertekad membunuh Musailamah al-Kadzab, pemimpin kaum murtad di Yamamah.

Ia membawa tombak yang pernah digunakan untuk membunuh Hamzah. Wahsyi mengendap-endap menghampiri Musailamah yang sedang berdiri dengan pedang terhunus. Bersamaan dengan itu, seorang dari kaum Anshar juga mengendap-endap menghampiri Musailamah. Tak berapa lama kemudian, tombak Wahsyi sudah melayang, tepat mengenai sasaran. Musailamah roboh, lalu orang Anshar itu menghabisinya dengan pedang. Wahsyi tak bisa memastikan siapa yang membunuh Musailamah itu. Apakah tombaknya atau pedang orang Anshar tadi, hanya Allah saja yang lebih mengetahui.

Selepas pertempuran Yarmuk, Wahsyi menetap di Himas. Ia meninggal dunia pada tahun 25 Hijriah.


Sumber : www.hidayatullah.com

Post a Comment for "Kisah Wahsyi bin Harb, Si Pembunuh Manusia Terbaik dan Manusia Terjahat"