Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Umar Bin Khattab, Khalifah Yang Zuhud Dan Pemberani

Suatu hari Umar bin Khattab yang telah menjabat sebagai Amirul Mukminin menemui Amir Adzra'at dengan memakai pakaian dari bahan yang kasar bertambal-tambal. Umar meminta tolong kepada Amr untuk menambahkan tambalan pada pakaiannya itu. Amir lantas mencuci dan menambalnya.
Umar Bin Khattab, Khalifah Zuhud Dan Pemberani
Gambar : Detik.com

Saat menyerahkannya kembali kepada Amirul Mukminin ia juga menyerahkan sehelai pakaian baru yang baru saja dibuatnya untuk beliau. Amir berpikir, beruntung sekali dia jika Amirul Mukminin mau menerima dan mengenakan pakaian yang dibuatnya itu.

Amir berkata, “Ini pakaian Anda dan ini saya buatkan satu untuk Anda pakai.”

Umar menyentuhnya, pakaian dari bahan yang halus dan jahitannya pun bagus. Tak lama Umar menimang-nimangnya. Saat hati Amir Adzra'at mulai berbunga-bunga, Amirul Mukminin berkata, “Maaf, aku tidak memerlukannya. Bajuku yang ini masih bisa kupakai dan lebih menyerap keringat. Sekali lagi maaf. Kamu bisa memberikannya kepada orang yang lebih membutuhkannya daripada aku."

Amir Adzra'at tidak bisa berbuat apa-apa selain mengagumi kezuhudan Amirul Mukminin. Kezuhudan Amirul Mukminin terhadap dunia yang datang kepadanya dan Amir Adzra'at bukanlah orang satu-satunya yang pernah ditolak oleh Amirul Mukminin.

Pernah seorang sahabat berkata, “Wahai sekalian sahabat Muhajirin dan Anshar, tidakkah kalian melihat kezuhudan lelaki ini dan sifat yang dimilikinya. Selama ini kita hanya memperhatikan dirikita sendiri dan melupakannya. Semenjak Allah menaklukkan istana Kisra dan Kaisar dengan tangannya bagi kita, dan juga belahan Timur dan Barat, utusan-utusan Arab dan luar Arab berdatangan silih berganti. Mereka melihat pemimpin kita ini dengan bajunya yang bertambal dua belas. Adakah di antara kalian yang mengusulkan agar pemimpin kita ini sedikit mengubah penampilannya, mengenakan pakaian yang halus sehingga tampak lebih berwibawa?”

Tidak ada seorang sahabat pun yang menyanggupinya. Mereka tahu siapa 'Umar bin Khathab dan konsistensinya jika sudah menjatuhkan suatu pilihan. Apalagi jika pilihan itu diyakininya sebagai pilihan yang benar.

Tiba-tiba 'Aisyah ra memberanikan diri. Bukannya 'Aisyah ra tidak tahu, tetapi ia ingin semua tahu siapa sebenarnya 'Umar. Dan saat 'Aisyah ra menyampaikan uneg-uneg sebagian sahabat sehubungan dengan penampilannya, seketika Umar menangis tersedu-sedu. Umar yang tegas, Umar yang gagah berani, Umar yang ditakuti oleh setan. Setelah tangisnya mereda Umar berujar, “Dengan nama Allah aku bertanya kepada kalian, jawablah dengan jujur, Pemahkah Rasulullah kenyang dengan roti gandum selama sepuluh hari, atau lima hari, atau tiga hari, atau pemahkah beliau mengumpulkan antara makan malam dan makan pagi sampai saat ajal menjelang?”

"Tidak” jawab 'Aisyah yang mengerti benar kehidupan Rasulullah, maka sejak saat itu semua yang hadir tahu bahwa Umar bin Khattab telah yakin dengan pilihannya. Ia memilih kehidupan yang abadi bersama dengan orang-orang yang dicintainya, kelak di akhirat. Jawaban tegas tentang itu pernah diutarakannya kepada Hafshah ra, puterinya yang juga istri Rasulullah

Waktu itu Hafshah ra berkata, “Wahai Amirul Mukminin, andai saja engkau memakai pakaian yang lebih halus dari yang selama ini engkau pakai dan menikmati makanan yang lebih, baik dari yang selama ini engkau makan. Sungguh, Allah telah meluaskan rezekimu dan memperbanyak kebaikan."

Umar kemudian menjawab “Tidakkah kau ingat kesulitan hidup yang menimpa Rasulullah, juga Abu Bakar ra?"

Hafshah diam, Ia tidak menjawab dan perlahan-lahan air mata meleleh di pipinya. Hafshah ra menangis.

“Demi Allah, aku ingin menyertai mereka berdua. Aku tidak ingin di akhirat nanti tidak dipertemukan dengan mereka. Aku hanya akan hidup seperti hidup mereka berdua. Seberat apapun, aku berjanji akan menempuhinya. Dengan inilah aku berharap akan menemukan keridhaan Allah dan dikumpulkan dengan mereka berdua,". lanjut Umar.

Al-Faruq, sang Pembeda kebenáran dan kebatilan telah memilih kenikmatan abadi dan meninggalkan fatamorgana. Dan pilihannya telah membuka mata orang-orang yang terpedaya dengan kemewahan dan kemegahan dunia dikarenakan harta yang melimpah dan kedudukan yang mereka peroleh.

Waktu itu Amirul Mukminin sedang dalam perjalanan meninjau kondisi rakyatnya di negeri yang jauh dari ibukota. Kabar keberangkatannya telah lebih dulu sampai di Syria, negeri yang ditujunya. Orang-orangpun menunggu-nunggu kedatangannya. Di hari yang diperkirakan Amirul Mukminin sampai di Syria, para penduduk berbaris di sepanjang jalan. Dari kejauhan tampak seorang laki-laki yang sedang mengendarai onta. Ia duduk di atas pelana yang terbuat dari wol kasar. Pakaian orang itu lusuh dengan tambalan di sana-sini.

“Apakah Anda melihat Amirul Mukminin? Apakah Anda bertemu dengan rombongannya?” tanya mereka.

Orang itu tersenyum dan menjawab, “Amirul Mukminin ada di hadapan Anda semua."

Orang-orang tersebut tidak percaya dan meninggalkan lelaki itu dan segera menyambut serombongan orang yang tampak dari kejauhan. Dibiarkannya lelaki itu melanjutkan perjalanannya. Mereka telah keliru, rombongan orang-orang itu memang rombongan Amirul Mukminin, tetapi Amirul Mukminin telah mendahului mereka. Amirul Mukminin adalah penunggang onta yang beberapa saat sebelumnya mereka temui. Dan setelah mengetahui orang tersebut adalah Umar, Kecintaan mereka kepada Amirul Mukminin pun semakin subur.

Sumber : Ar-risalah, www.ar-risalah.or.id



Post a Comment for "Umar Bin Khattab, Khalifah Yang Zuhud Dan Pemberani"