Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pembahasan Seputar Lafadz Azan Subuh, Bagaimanakah Seharusnya

Para ulama telah sepakat, bahwa waktu adzan adalah bila telah masuk waktu shalat yang ditentukan, kecuali shalat Subuh. Tentang hal itu para ulama berselisih pendapat. Menurut Imam Malik dan Imam Syafi'i diperbolehkan adzan sebelum waktu fajar.Tapi menurut Imam Abu Hanifah, hal demikian tidak dibenarkan. Sebagian ulama berpendapat, bila ada adzan sebelum fajar maka harus ada adzan setelah fajar.
Pembahasan Seputar Lafadz Azan Subuh
Ilustrasi أذان الفجر, @Qatar Television تلفزيون قطر

Perselisihan mereka disebabkan oleh adanya dua hadits yang bertentangan. Pertama hadits Bilal yang menjadi hujjah bagi mereka yang membolehkan adzan sebelum fajar. Nabi bersabda, “Sesungguhnya Bilal telah mengumandangkan adzan di malam hari. Maka tetaplah kalian makan dan minum sehingga terdengar adzannya Ibnu Ummi Maktum." (HR.Bukhari, No : 585)

Kedua, hadits dari Ibnu Umar sebagai hujjah bagi mereka yang melarang adzan sebelum fajar. Nabi bersabda,

“Suatu ketika sahabat Bilal mengumandangkan adzan sebelum terbit fajar. Maka Nabi memerintahkannya agar kembali. Lalu ia berteriak, “Sesungguhnya hamba tadi sudah kembali tidur:” (HR. Abu Daud, No: 448, tetapi beliau melemahkannya)

Mereka yang mengambil tarjih dari dua hadits di atas berpendapat, bahwa hadits Bilal yang pertama lebih kuat, maka harus mengambilnya. Tapi mereka yang mengambil jama' (kompromi) dari dua hadits ini berpendapat, hendaknya diadzani sebelum dan setelah fajar, karena di zaman Nabi telah lama ada dua muadzin: Bilal dan Ibnu Ummi Maktum. (Bidayatul Mujtahid:1/78)

Ibnu Qudamah (Al-Mughni: 1/246), termasuk yang membolehkan adzan sebelum fajar, karena hadits Bilal di atas menunjukan bahwa hal itu sudah lama terjadi, dan Nabi telah membolehkan dan tidak melarangnya. Dan hendaknya yang adzan bisa menetapi waktunya yang biasa untuk adzan di malam hari, agar manusia terbiasa mengetahui bahwa waktu tersebut biasa untuk adzan. Demikian dengan pendapat Imam An-Nawawi (Syarhu An-Nawawai 'Ala Shahih Muslim: 7/202) yang telah membolehkan adanya adzan sebelum shubuh, bahkan beliau menghukuminya sunnah adanya adzan sebelum dan setelah terbit fajar. Adzan kedua ini lebih ditekankan karena merupakan awal diyari'atkannya adzan Subuh. Sebagaiamana keumuman hadits, "Bila tiba waktu shalat maka hendaknya salah seorang dami kaliam mengumandangkan adzan.” (HR.Bukhari,No:592)

Adapun ucapan tatswib atau "ashssalaatu khaimu minanaum" (Al-Kaafi: 1/101), secara umum ia disunahkan dalam adzan Subuh setelah lafadz hayya ala falah sebanyak dua kali. Sebagaimana hadits Abu Mahdzurah yang telah diriwayatkan An-Nasa'i, Bahwa Rasulullah bersabda padanya, “Bila shalat Subuh, maka ucapkanlah dalam adzan ashshalaatu khairu minannaum." Dan makruh bila diucapkan di selain shalat Subuh. Sebagaimana hadits Bilal,

“Rasulullah SAW telah memerintahkanku untuk mengucapkan tatswib di waktu fajar, dan melarangku mengucapkannya di waktu isya.” (HR Ibnu Majah, No:707)

Tapi menurut As-San'ani (Subulussalam: 1/119), ucapan tatswib dikhusukan di waktu adzan fajar yang pertama. Karena hadits di atas menjadi muqayyad (terikat) dengan hadits Abu Mahdzurah yang sanad-nya dishahihkan oleh Ibnu Hazm. Ia berkata,

“Suatu ketika aku mengumandangkan adzan untuk Rasulullah SAW. Ketika adzan fajar yang pertama aku ucapkan hayya ala falah lalu assalaatu khairun minannaum 2x allahu akbar 2x laa ilaaha illAllah.” (HR.An-Nasa'i, No: 643).

Wallahu A'lam

Tim Asatidz Ar Risalah

Post a Comment for "Pembahasan Seputar Lafadz Azan Subuh, Bagaimanakah Seharusnya"