Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BAHAYA SIFAT SENANG MENCARI POPULARITAS DAN SUM'AH PADA MUSLIMAH

BAHAYA SIFAT SENANG MENCARI POPULARITAS DAN SUM'AH PADA MUSLIMAH
Gambar : Pixabay.com


Wahai saudariku, di antara sifat-sifat yang banyak para wanita terjebak di dalamnya adalah senang mencari popularitas dan sum'ah yang menipu. Munculnya sifat-sifat ini karena didorong oleh jiwa yang selalu memerintahkan kejahatan, wanita yang menghiasi dirinya dengan sifat ini hanya merasakan kenikmatan yang sementara, ia berjalan layaknya burung Merak yang memamerkan dirinya dengan penuh kesombongan.

Ketika berada di tengah komunitas, ia ingin mendominasi pembicaraan sejak awal hingga akhir, setiap bertemu dengan koleganya seolah dialah yang hanya memiliki pendapat dan usulan yang benar, dan di setiap tempat ia selalu ingin menjadi nara sumber.

Ia lebih banyak berbicara tentang kelebihan dirinya daripada membahas tema yang menjadi bahan pembicaraannya, membumbungkan dirinya setinggi langit padahal realitanya tidak setinggi itu.

Ia ingin agar semua wanita memujinya, walaupun hakikatnya ia tidak berhak mendapat pujian itu, ia merasa kesal ketika orang lain merendahkannya walaupun sebenarnya ia berhak untuk dihina.

Selalu berusaha mencari perhatian sesama wanita, padahal ia sangat yakin akan tertimpa murka Allah SWT akibat perkataan dan perbuatannya tersebut.

Sungguh wanita yang memiliki kriteria ini adalah mengindap penyakit cinta popularitas, padahal penyakit ini akan menyebabkan siksa Allah SWT yang sangat pedih, oleh karena itu seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat hendaknya selalu berusaha sekuat tenaga agar terlepas dari perangkap tercela ini.

Kemuliaan seorang wanita yang sebenarnya adalah tawadhu' dan kerendahan hati seorang Muslimah, menundukkan dirinya di hadapan Allah SWT, kemuliaan sebenarnya bukanlah pada popularitas yang menipu dan kenikmatan yang sementara, melainkan pada sikap lemah-lembut kepada sesama wanita dan bersikap merendahkan hati dengan mereka.

Sahabat Muadz bin Jabal radhiyallahu 'anhu berkata, "Seorang hamba tidak akan pernah meraih puncak keimanan sehingga ia lebih mencintai rendah hati daripada kemuliaan yang menipu, lebih bahagia dengan harta dunia yang hanya mencukupi daripada harta yang melimpah, merasa sama dalam berjuang baik ketika senang maupun susah, dan berempati pada orang lain sebagaimana yang ia rasakan. "

Salah seorang sahabat mulia Abdullah bin Salam radhiyallahu 'anhu pernah memanggul seikat kayu bakar, setelah orang-orang melihatnya mereka menanyakan, "Wahai Abu Yusuf, bukankah Anda mempunyai anak dan budak yang dapat melakukannya?" Ia menjawab, "Aku ingin mencoba apakah hatiku memungkirinya."

Tsabit Al Banani pernah mengatakan, "Ketika sahabat Salman Al Farisi menjadi gubernur di Mada' in, ada seseorang dari negeri Syam dari keturunan bani Tamim bertemu dengannya sementara ia sedang memanggul tanah, dan Salman memiliki tempat, kemudian lelaki itu berkata kepada Salman, "Hai, kemarilah bawalah ini!" -orang terebut tidak mengenal Salman- kemudian Salman pun memanggulnya, dan ketika orang-orang melihatnya, mereka mengatakan, "Ia adalah bapak gubernur!"

Kemudian Salman mengatakan, "Tidak, hingga aku sampai di rumahmu, aku telah berniat untuk membawanya dan tidak akan meletakkannya hingga aku sampai di rumahmu. "

Umar Al Mahzumi rahimahullah meriwayatkan dari sahabat Umar radhiyallahu 'anhu ia berkata, "Umar bin Khaththab mengumandangkan adzan untuk shalat berjamaah, kemudian setelah orang-orang banyak berkumpul, ia pun lantas naik ke atas mimbar, memuji Allah sebagaimana Dia-lah satu-satunya yang berhak mendapat pujian-dan bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW, kemudian berkata, "Wahai kaum, kalian telah mengetahui bahwa aku pernah menggembala ternak bibi-bibiku dari bani Makhzum, mereka memberiku upah segenggam kurma dan anggur kering, sehingga aku tetap bertahan sampai hari itu dan hari-hari berikutnya?."

Kemudian ia turun dari mimbar dan Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu berkata, "Wahai Amirul Mukminin, sudah cukupkah Anda mencaci dirimu?" ia menjawab, "Celaka kau wahai Ibnu Auf, aku berbuat demikian karena setelah aku merenung dan jiwaku (baca; hawa nafsu) mengatakan kepadaku, "Wahai amirul mukminin Anda adalah pemimpin umat Islam, adakah seorang yang lebih baik darimu?" maka aku ingin memberi tahu tentang diriku sendiri."

Cobalah renungkan riwayat-riwayat ini wahai saudariku, bagaimana para sahabat Rasulullah SAW yang mulia selalu menghindari penyakit cinta popularitas ini.

Saudariku, bagaimana cara agar terlepas dari cengkeraman penyakit ini?

Cara menghindari penyakit ini dengan mengikuti jalan para Kemudian Salman mengatakan, "Tidak, hingga aku sampai di rumahmu, aku telah berniat untuk membawanya dan tidak akan meletakkannya hingga aku sampai di rumahmu. "

Umar Al Mahzumi rahimahullah meriwayatkan dari sahabat Umar radhiyallahu 'anhu ia berkata, "Umar bin Khaththab mengumandangkan adzan untuk shalat berjamaah, kemudian setelah orang-orang banyak berkumpul, ia pun lantas naik ke atas mimbar, memuji Allah sebagaimana Dia-lah satu-satunya yang berhak mendapat pujian-dan bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW, kemudian berkata, "Wahai kaum, kalian telah mengetahui bahwa aku pernah menggembala ternak bibi-bibiku dari bani Makhzum, mereka memberiku upah segenggam kurma dan anggur kering, sehingga aku tetap bertahan sampai hari itu dan hari-hari berikutnya?."

Kemudian ia turun dari mimbar dan Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu berkata, "Wahai Amirul Mukminin, sudah cukupkah Anda mencaci dirimu?" ia menjawab, "Celaka kau wahai Ibnu Auf, aku berbuat demikian karena setelah aku merenung dan jiwaku (baca; hawa nafsu) mengatakan kepadaku, "Wahai amirul mukminin Anda adalah pemimpin umat Islam, adakah seorang yang lebih baik darimu?" maka aku ingin memberi tahu tentang diriku sendiri."

Cobalah renungkan riwayat-riwayat ini wahai saudariku, bagaimana para sahabat Rasulullah SAW yang mulia selalu menghindari penyakit cinta popularitas ini.

Saudariku, bagaimana cara agar terlepas dari cengkeraman penyakit ini?



Cara menghindari penyakit ini dengan mengikuti jalan para wanita yang tawadhu' dan rendah hati. Kunci tawadhu' adalah Anda memposisikan diri Anda di bawah orang yang lebih rendah taraf sosialnya sehingga Anda merasa bahwa kelebihan dalam hal materi tidak membuatnya lebih mulia dari orang lain.

Di sisi lain Anda akan meningkatkan kualitas ketaatan dalam beragama dan menyadari bahwa ukuran kemuliaan adalah dengan ketaatan beragama dan akhlak.

Tatkala Anda mampu bertawadhu' dan merendahkan hati, maka pasti Anda akan meraih kesuksesan di dunia dan keselamatan di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata,

"Allah SWT tidak akan menambahkan (sesuatu) kepada seorang hamba karena memaafkan orang lain kecuali kemuliaan dan tidak ada seseorang yang bertawadhu' kecuali Allah SWT akan mengangkat derajatnya. " (H.R. Muslim)

Allah SWT akan mengangkat derajat Anda di dunia hingga seluruh manusia akan senantiasa mencintaimu dan meninggikan kedudukanmu.

Allah SWT akan mengangkat derajat kalian di akhirat kelak dan menempatkan Anda di dalam surga-Nya.

Wahai saudariku, gantilah sifat cinta popularitas, sombong, dan besar diri dengan tawadhu' serta kerendahan hati.

Sumber : Istri dan Suami dan Ideal Menurut Rasulullah SAW.

Posting Komentar untuk "BAHAYA SIFAT SENANG MENCARI POPULARITAS DAN SUM'AH PADA MUSLIMAH"